". /> PERJUANGAN SANTRI PUTRA MENONTON BOLA - Milatul Hasanah Suka-Suka
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PERJUANGAN SANTRI PUTRA MENONTON BOLA

 


 Terdapat banyak perbedaan antara kehidupan santri putra dan putri. Kelonggaran oleh pondok untuk santri putra bisa pergi ke luar pondok, membuat santri terbiasa menyambangi rumah-rumah tetangga. terutama yang dekat dengan pondok untuk sekedar meminta sayuran, buah-buahan bahkan berhutang beras. Kebiasaan inilah yang terkadang membuat santri putra berbuat lebih. Misalnya duduk-duduk lama dan bercerita-cerita dengan tetangga di emperan rumah mereka, hinga melirik televisi tetangga yang sedang menyala.

Meski hanya basa-basi, para santri putra dengan ekspresi serius menirukan gaya wartawan yang sedang mewawancarai nara sumbernya, biasanya menanyakan seputar pertanian, peternakan dan lain sebagainya. Sehingga para tetangga tersebut tidak jarang pula menyuguhi mereka teh ataupun kopi serta makanan ringan. Para santri  pun tersenyum manis dan semakin betah.

Kalau hanya meminta sayuran dan buah-buahan, mungkin tidak sampai kena  takzir pondok, tetapi jika berlebihan, itu baru masalah. Salah satu yang bisa menjadi persoalan dan menyebabkan santri terkena takzir atau sanksi yaitu kebiasaan sebagian santri putra (tidak semua) menonton pertandingan sepak bola di televisi rumah tetangga. Terutama pada saat-saat turnamen sepak bola dunia (FIFA World Cup Championship) di selenggarakan. Konon katanya, pengasuh dan pengurus pondok harus menjaga lebih ketat lagi para santri, khususnya pada jam-jam rawan.

Adapun jam-jam rawan tersebut yaitu antara jam 08 malam ke belakang, seperti jam belajar, jam masuk Madrasah  Diniyah dan kurusus-kursus. Menonton sepak bola atau bahkan sinetron di rumah tetangga, terkadang membuat santri putra ketiduran hingga subuh. Hal tersebut diangggap tidak berakhlak,  berbahaya dan termasuk pelanggaran yang cukup berat karena berpotensi mempunyai dampak negatif serta mengandung unsur fitnah  bagi santri dan pesantren itu sendiri.

Tulisan ini lahir dari hasil wawancara santai penulis dengan beberapa santri alumni putra dan beberapa masih sedang nyantri di pondok-pondok pesantren di Madura dan luar Madura. Dan ngobrol santai ini penulis lakukan mengingat penulis merupakan santri putri (alumni), yang tentunya tidak mengalami sendiri sisi-sisi kehidupan santri putra.  Waktu ngobrol santai ini di laksanakan pun  tidak bersamaan, dan tempatnya juga berbeda-beda.

Selain itu, penulis juga mendengarkan dan mendapatkan data langsung dari para pengasuh pesantren setelah sowan ke kediaman  mereka. Meski mungkin persentasenya tidak mencapai 100 persen, artinya tidak semua kebiasaan hidup perindividu santri putra sama, tetapi mayoritas kehidupan mereka tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Bagi santri putra, menonton pertandingan sepak bola di televisi terkadang tidak memandang usia dan status. Artinya, santri junior dan senior pun di buat exited (sangat bersemangat) untuk menontonnya. Demikian juga para pengurus pondok. Jangan dikira mereka tidak punya naluri dan perasaan. Mereka juga manusia yang butuh hiburan. Dan godaan akal bulus pun tidak jarang pula menghampiri dan menggoda iman sebagian mereka.

Seperti biasa, pada jam 08 malam, pengurus pondok mengontrol dan menagabsen para santri ke kamar masing-masing, atau ke musala dan kelas-kelas Madrasah Diniyah yang kebetulan masuk malam. Para pengurus ini juga tidak lupa menyambangi rumah-rumah tetangga yang dekat dengan pondok, siapa tahu mereka sedang menonton televisi. Ketika mereka melihat para santri di sana, pengurus ini akan mengusir paksa mereka untuk kembali pulang ke pondok.

Melihat kedatangan pengurus keamanan ini, para santri biasanya langsung bubar dan lari pontang-panting. Namun ada suatu kejadian yang membuat pengurus gigit jari. Yaitu kelakuan cerdik sebagian santri “nakal”. Mereka yang melihat pengurus pondok mendatanginya tidak langsung pulang ke pondok, tetapi bersembunyi di balik rerimbunan pepohonan di halaman rumah tetangga. Keberadaan sebagian kecil mereka ini tentu tanpa sepengetahuan para pengurus tersebut. Tujuan para santri yang bersembunyi itu tidak lain karena menunggu pulangnya para pengurus dan kembali melanjutkan menonton televisi. Namun waktu itu yang terjadi malah para pengurus tidak pulang-pulang. Para santri junior ini pun gelisah dan penasaran.

Setelah menunggu lama, para pengurus pondok ini tetap tidak kunjung pulang. Mereka pun mengira kalau para santri junior telah bubar dan semuanya pulang ke pondok. Dan atas godaan setan yang terkutuk, para pengurus ini pun tergoda untuk menonton pertandingan sepak bola. Mereka seperti terhipnotis saat melihat wajah tampan dan gaya permainan mengagumkan dari strikers papan atas sekelas Lionel Messi dari Juventus, Cristiano Ronaldo dari Manchester United  (MU) FC, dan atau Romelu Lukaku dari Chelsea.

Tanpa sadar, para pengurus ini pun duduk bersila sambil menenteng lampu senter yang sejak tadi dipakai untuk menyatroni para santri junior. Mereka pun tenggelam dalam keasyikan yang syahdu menonton jalannya pertandingan FIFA World Cup Champion tersebut hingga melewati separuh malam. Para pengurus yang di mata para santri junior berwajah menyeramkan saat menghukum mereka, ternyata juga bisa bersorak-sorai dan kadang mengepalkan tangannya serta bertepuk tangan saat merasa gemas dan bergairah menonton pertandingan sepak bola tersebut.

Di sisi lain, santri-santri junior yang berjumlah tidak lebih dari tujuh orang dan sejak tadi bersembunyi ini mulai tidak tahan dengan gigitan nyamuk yang sangat mengganggu. Kesabaran mereka pun mulai terusik. Ditambah lagi karena mereka menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri kelakuan para seniornya tersebut, yang cukup membuat mata mereka terbelalak dan tidak habis pikir. “Owh, ternyata mereka nonton juga ya!?” bisik salah satu mereka kepada temannya. Nah, berbekal bukti yang konkrit serta beberapa saksi tersebut, para santri ini pun pulang dengan membawa perasaaan dendam di hati. Mereka pun menyusun rencana untuk melaporkannya kepada pengasuh pondok.

Dan benar saja, pagi-pagi sekali setelah sang kiai dan sebagian santri yang “dawam” beribadah melaksanakan salat Dluha, salah satu santri, diikuti teman-temannya di pintu gerbang ndhalem  ini pun memberanikan diri menghadap sang pengasuh. Dan tanpa aba-aba, dia pun nyerocos melaporkan para pengurus yang tadi malam menyatroni mereka. Dengan sedikit kaget karena tidak menyangka, sang kiai pun minta  di hadirkan para saksi. Si santri ini pun memberi isyarat kepada teman-temannya untuk menghadap kiai dan bersumpah bahwa laporan mereka itu benar-benar valid dan dapat di pertanggung jawabkan dunia dan akhirat.

Setelah para santri pelapor ini berhasil meyakinkan kiainya, mereka pun diperkenankan kembali ke pondoknya. Dengan membusungkan dada, mereka merasa sangat puas atas apa yang telah mereka lakukan itu, sekalipun kecewa karena tadi malam tidak dapat menyelesaikan pertandingan sepak bola hingga finish. Dan tanpa menunggu lama, dalam hitungan menit sang kiai langsung mengutus panglakoh dhalem (santri pembantu kiai), untuk memanggil nama-nama pengurus yang di laporkan si santri-santri junior tadi.

Rasain lu, kualat kan?!” celetuk mereka dari jauh, yang tentunya tidak kedengaran oleh si pengurus tadi. Cemoohan dengan nada mengejek pun keluar dari santri-santri lain yang  mendengar kabar tersebut, dan dengan secepat kilat tersebar luas. Mereka pun tertawa riang  saat melihat para seniornnya tersebut berwajah pucat karena malu, atau berwajah merah padam karena marah.  Dan itu membuat mereka kelihatan sangat bodoh dan lucu. Sebodoh dan selucu para santri junior saat dipanggil oleh mereka dengan pengeras suara dari kantor pesantren karena suatu pelanggaran.

Belum sampai di kamar masing-masing, dan tawa bangga mereka belum juga usai, para santri pelapor ini pun di panggil menghadap pengasuh lagi. Jedaaaar..!  mereka pun baru sadar kalau laporan yang mereka lakukan adalah karena pelanggaran yang juga mereka perbuat. Dari mana mereka bisa tahu kalau pengurus tadi menonton juga pertandingan sepak bola di rumah tetangga, jika mereka sendiri tidak pergi ke sana. Dan otomatis laporan tersebut juga berbalik arah karena para pengurus tersebut juga melaporkan mereka. Maka terjadilah saling lapor melapor diantara mereka.

Melihat kejadian tersebut, sang kiai beberapa kali mengucap istighfar karena mungkin menahan rasa marahnya. Dan memang beliau benar-benar marah dan kecewa, terutama kepada para pengurus yang selama ini di percaya mengemban amanah untuk menjaga dan mengurus para santri junior. Sang pengasuh juga merasa malu kepada para tetangga atas kelakuan mereka.

Oleh karena itu, sang kiai menghukum mereka secara bersamaan. Beliau menjatuhkan takzir dan memperlakukan para santri junior dan senior tersebut dengan sama. Salah satunya yaitu menggunduli kepala-kepala mereka dengan memerintah pengurus yang lain. Membantu para tukang bangunan pesantren juga harus mereka lakukan selama satu minggu. Tidak lupa hukuman membersihkan comberan, menguras WC dan membuang sampah ke tempat pembuangan terakhir mewakili pengurus kebersihan, juga menanti mereka.

Para pengurus juga diminta berjanji oleh sang kiai untuk tidak mengulangi perbuatan mereka. Jika tidak, mereka akan dicopot dari kepengurusannya. Hal itu akan membuat para pengurus ini malu dan merasa tidak terhormat karena reputasinya terjajah, terjatuh dan terancam. “Masih mending dihukum. Kalau dicopot, bisa berabe nih” itu kira-kira yang mereka ucapkan saat mereka diizinkan melanjutkan tugas-tugas dan kegiatan pondok mereka kembali.

Dari kejadian tersebut, menurut informasi, sejak tahun 2000-an awal, khususnya pada saat ajang bergengsi sepak bola nasional dan internasional diselenggarakan, pihak pesantren menyediakan televisi dengan fasilitas layar lebar yang di letakkan di halaman pondok. Hal itu bertujuan guna menjembatani keinginan besar santri putra dalam menyaksikan pertandingan sepak bola, agar kelakuan sembunyi-sembunyi santri junior dan senior menonton di rumah tetangga tidak terjadi lagi.

Keputusan yang cukup menggembirakan itu tentu berdasarkan musyawarah pengurus dengan pihak pengasuh, dengan beberapa catatan. Salah satunya, santri diperbolehkan menonton setelah mengikuti kegiatan-kegiatan pondok. Dan yang cukup ditekankan oleh pengasuh adalah salat berjamaah Subuh tidak boleh dilewati, tidak peduli apakah santri-santri tersebut tidak tidur semalaman.

 

Post a Comment for "PERJUANGAN SANTRI PUTRA MENONTON BOLA"

DomaiNesia