REUNIAN BERSAMA SANTRI KONAH
ceritaku
REUNIAN BERSAMA SANTRI KONAH
Oleh: Milatul Hasanah
Pada hari Rabu, tanggal 29 Desember tahun 2021, saya dan teman-teman pondok sekamar dulu, mengadakan reunian di rumah Wardah. Kami pernah mondok dan menghuni kamar blok A/8 di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Raya Putri Guluk-Guluk Sumenep Madura, periode antara 1990-an-2013-an . Pengasuh kami waktu itu adalah Hadratus Syekh KH Abd. Warits Ilyas dan Ny. Hj. Nafisah Chalid.
Di rumah Wardah yang asri dan dekat dengan pantai inilah kami menjalin silaturrahim yang hampir dua tahun sempat terputus karena kesibukan kami masing-masing, di tambah lagi masa pandemi covid 19 yang memakan waktu lumayan lama, membuat jadwal rutin reunian kami sempat vakum. Biasanya kami hanya ber haha… hihi..di grup-grup percakapan atau di sosial-sosial media kami.
Rumah Wardah yang terletak di desa Aeng Panas Sumenep ini menyajikan pemandangan yang menakjubkan, sepoi-sepoi angin mengiringi gelak tawa dan keceriaan kami saat itu. Ada beberapa personel yang hadir pada waktu itu, diantaranya; Iin, Jazila, Iik, Qurroh, Iim, Wardah, Ziela, Widad, Zahrah, Uswah, dan saya sendiri. Sebenarnya banyak teman-teman sekamar lainnya yang awalnya berencana hadir, namun karena adanya kesibukan dan lain hal, sebagian mereka izin dan meminta maaf karena tidak bisa nimbrung di acara reunian tersebut.
Dari rumah masing-masing kita membawa makanan sendiri-sendiri, sehingga mengurangi beban tuan rumah dalam menyajikan hidangan. Ada yang membawa nasi liwet, nasi jagung, tempe penyet, telur dadar, cumi-cumi, sayur orap, kelor, ayam goreng, bolu, tahu meletot lengkap dengan sambalnya, tahu meledak, pentol meledos, es buah, cilembu goreng, krupuk, kripik, es krim, snack, es campur, macam-macam buah-buahan dan lain sebagainya.
Setelah cipika cipiki dan ber-say hai, dalam setiap pertemuan biasanya sudah bisa di pastikan akan mengalir deras kisah-kisah dan cerita-cerita masa lalu, di iringi tawa riuh yang sesekali meledak, menyaingi debur ombak yang terletak di arah selatan rumah Wardah. “rahangku sampe sakit loh gaesss, ketawa mulu dari tadi”, celetuk Widad. Widad yang merupakan cucu pengasuh kami, merupakan personel yang paling humoris dan selalu mengeluarkan joke-joke yang mamatikan lawan. “cieeee…ibu nyai yang amburadul” ucapku, diiringi tawa teman-teman yang lainnya.
Tanpa bermaksud ujub atau apapun namanya, dulu kami adalah penghuni kamar khusus yang disediakan pengasuh kami untuk keponakan, cucu, dan famil-famili dekatnya. Kami juga di beri fasilitas kamar mandi khusus yang dipisah dengan blok-blok lain. Sehingga oleh teman-teman santri dari kamar-kamar atau blok-blok lain kami disebut para nyai berdarah biru. “Ah, merah kali darah kami”.
Nyai Hj Nafisah, pengasuh kami waktu itu melarang kami bermain atau berlama-lama di blok-blok lainnya, atau mereka-mereka dari blok-blok lain tersebut juga di larang berlama-lama bermain ke kamar kami. Entah apa maksud ibu nyai waktu itu, sampai sekarang kami tidak mengerti betul alasan yang sebenarnya. “nanti kita tanyakan di surga sama ibu nyai wkwkwk” ucap salah satu teman. Kami hanya ber-husnuzdon dan menduga-duga saja. Mungkin karena sebagian putri-putri ibu nyai juga stay di kamar kami. Ning-ning tersebut biasanya membawa serta peralatan tidur, buku-buku pelajaran dan bahkan makan pun kadang bersama kami di kamar blok A/8. Blok yang kata teman-teman yang lain sangat menyeramkan dan anti mainstream, owh!
Kami yang merasa diistimewakan oleh ibu nyai sebenarnya adalah manusia biasa yang juga mempunyai banyak kekurangan dan kelemahan di sana-sini. Bahkan jika mereka tahu, mungkin mereka akan terbelalak. Karena kami juga merupakan makhluk-makhluk Tuhan yang bisa jadi mempunyai sisi-sisi gelap atau bahkan lebih parah dari yang mereka bayangkan. Namun bedanya mungkin, kami selalu di panggil ke ndalem (kediaman pengasuh), atau sesekali pengasuh kami menyambangi kami ke kamar untuk memberi wejangan dan nasihat-nasihat penting. Sehingga saat kami akan melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran, kami merasa kaki-kaki kami seperti diikat dengan rantai emas yang sangat kuat. rantai emas?, kalung kali. Zahra yang sejak tadi sibuk makan-makan mulai membuka suara.
Diantara nasihat yang selalu ibu nyai tekankan yaitu; kami tidak boleh melanggar semua aturan-aturan pondok, apapun alasannya. Kami juga di tuntut untuk memberikan contoh yang baik kepada ratusan bahkan ribuan santri-santri putri yang lain. “ternyata kita pernah memikul beban yang sangat berat ya gaeeesss” celetuk Qurroh. “itu namanya penjara dalam penjara, ha haaa..” sahutku sambil menikmati es buah bawaan Iim dari Pamekasan. “disyukurin aja, semoga mendapat barokah ibu nyai” timpal yang lainnya.
Teman-teman seperjuanganku ini kebanyakan memang berlatar belakang kehidupan pesantren, (meski disamping juga kami pebisnis, penulis, petani, pedagang, pekerja kantoran dan lain-lain). Sehingga cerita-cerita yang muncul seringkali kisah-kisah seru bahkan lucu mereka saat harus memimpin istighatsah di acara-acara perkumpulan muslimatan atau fatayat-fatayat. Atau saat memberi tausiah di hadapan ratusan bahkan ribuan jemaah dan para santrinya, tentang ketika mereka mengisi ajian kitab dan dibuat kelabakan saat tidak selalu tau maknanya dan harus membuka kamus bahasa Arab, atau tentang ketika mereka harus mentakzir santri-santrinya saat melanggar, seperti halnya mereka dulu demikian.
Bahkan kami juga berbagi tentang trik dan tips menghadapi para jemaah agar kami tampil kharismatik dan berwibawa. Dan juga amalan-amalan yang sekiranya disukai para Jemaah namun bisa menjadi amal jariah kami, “ah, jangan sok alim dan kharismatik lu! kamu kan gak pinter-pinter amat kitab kuning wkwkwk…”, “udahlah, sewajarnya aja, paling belajar kitabnya dari terjemahan ha haaa….”, “seberapa tebel sih amplop kamu sehabis ceramah? waka waka wakaaa…”celetuk kami silih berganti, lalu diiringi tawa membahana.
Dalam reunian tersebut, kami tidak lupa mengirimkan al-Fatihah dan doa pendek untuk sesepuh tuan rumah, dipimpin olen teman yang paling senior. “doanya jangan panjang-panjang, bukan pengajian, ini reunian” ucap Ziela, saat Iin memimpin doa. Iin yang suka mengoleksi doa-doa mujarrobat ini juga berbagi amalan-amalan tersebut kepada kami. “aku maunya doa pelancar rezeki in” ucap Iik yang sejak tadi sibuk membagi-bagikan snack kepada anak-anak yang kami bawa serta.
| es campur daun mint, bawaan iim |
Saat azan Dzuhur tiba, kami pun salat bersama dan pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan yang sangat bahagia bercampur haru. Love you sahabat-sahabatku, semoga kita berkumpul lagi di kesempatan-kesempatan yang lain. Semoga juga kita berkumpul di alam mahsyar dan surga, bersama kiai dan ibu nyai kita tercinta. ilal liqa’!
| menu masakan ala-ala santri |
Post a Comment for "REUNIAN BERSAMA SANTRI KONAH"