CINTA SEJATI ROBIAH AL-ADAWIYAH
#sufiperempuan
CINTA SEJATI ROBIAH AL-ADAWIYAH
Oleh: Milatul Hasanah
Dalam kehidupan tasawuf, Cinta Ilahi (mahabbah) adalah puncak tertinggi sejajar dengan makrifat. Ia mengungguli konsep khauf (takut) dan roja (berharap). Karena cinta tidak menuntut apapun dari Sang Kekasih atau Yang dicintai. Itulah konsep tasawuf Robiah Al-Adawiyah.
Robiah Al-Adawiyah adalah seorang perempuan sufi yang sangat populer di kalangan para penempuh kehidupan tasawuf atau asketisme (zuhud). Ia diperkirakan lahir di antara tahun 713-717 Masehi, atau 95-99 Hijriah, di kota Bashrah Irak, dan meninggal sekitar tahun 801 masehi / 185 Hijriah, pada usia 83 tahun. Ia juga seorang penggubah syair-syair yang indah tentang cintanya kepada Tuhan. Inilah salah satu syairnya yang sangat terkenal;
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut pada neraka,
maka bakarlah aku di dalam neraka.
Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga,
campakkanlah aku dari dalam surga.
Tetapi jika aku menyembah-Mu, demi Engkau
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan
Keindahan wajah-Mu
Yang Abadi kepadaku
Menyembah dan beribadah kepada Allah, bagi Robiah, merupakan suatu relationship romantisme yang menimbulkan kenikmatan yang dirasakan seorang kekasih dengan Kekasihnya. Baginya, ibadah telah mengantarkannya pada Cinta yang sejati. Cinta yang meliputi hatinya itu mampu memalingkangkanya dari mencintai apapun selain-Nya. Bahkan Cintanya kepada Allah, menghilangkan rasa bencinya kepada setan.
Perempuan sufi yang lahir di Bashrah Irak ini telah mempersembahkan seluruh hidupnya untuk menyatu dengan Kekasihnya (Allah), sehingga tidak ada lagi hijab antara dirinya dengan Tuhannya. Cintanya yang selalu berapi-api membuatnya mabuk kepayang. Ia pun memohon kepada Allah, agar cintanya itu terus tumbuh di dalam hatinya. Bahkan saking cintanya kepada Allah, Robiah kerap menolak lamaran laki-laki yang ingin menikahinya. Alasannya karena cintanya hanya untuk Allah. Maka dengan menikah, ia khawatir cintanya terbagi dengan makhluk.
Menurut para sufi, mahabbah adalah puncak tertinggi dari maqamat (stasiun-stasiun). Dan ajaran cinta (mahabbah) Robiah Al-Adawiyah mengantarkannya pada penyaksian (musyahadah) dalam kesatuan intuitif yang sangat luar biasa. Sehingga tidak heran jika The Mother of the Grand Master (Ibu Para Sufi Besar) ini menjadi panutan para sufi lain seperti Ibnu al-Farid dan Dzun Nun al-Mishri.
Maqamat (stasiun-stasiun) dalam keidupan tasawuf, berarti kedudukan seorang hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah di usahakan, baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah. Ia juga berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Maqamat tersebut diantaranya adalah; taubat, zuhud, wara’, fakir, sabar, tawakal, ridha, rendah hati, mahabbah dan makrifat.
Doktrin mahabbah Robiah Al-Adawiyah juga terkenal sampai ke Eropa. Hal ini membuat banyak cendikiawan Eropa tertarik untuk meneliti pemikiran dan kehidupan tasawuf Robiah dan menulis tentang riwayat hidupnya, seperti Masignon, Nocholson dan Margareth Smith. Margaret menyatakan bahwa Robiah Al-Adawiyah, mungkin orang pertama yang menekankan cinta sebagai doktrin, dan menghubungkannya dengan doktrin Kasyf (penyingkapan tabir Ilahi).
Menurut Buya Hamka, dalam bukunya Tasawuf Modern, sebenarnya kehidupan tasawuf dari para sufi, bukanlah konsep yang baru. Ia hadir bersamaan dengan ajaran Islam. Tasawuf, yang diartikan sebagai proses penyucian jiwa, menurut Hamka, tumbuh sendiri, bukan dipengaruhi oleh ajaran-ajaran lain dari luar Islam, sebagaimana dikatakan beberapa pakar keilmuan dan filsuf Barat. Bagi Hamka, pengaruh membaca Al-Quran dengan suara merdu, semedi, tafakur dan membaca hadis-hadis Nabi, merupakan cikal-bakal timbulnya kehidupan tasawuf, seperti yang dipraktikkan oleh Robiah.
Dalam Al-Quran, konsep cinta terdapat dalam surat Ali Imran ayat 31: “Katakanlah (Muhammad), jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang”.
Menurut Imam Al-Ghazaly, salah satu yang melatar belakangi Cinta Ilahi (hubb ila-Allah) adalah kesadaran seorang hamba bahwa; orang yang mengenal Allah dengan makrifah yang sesungguhnya, maka ia akan mencintai Allah. Karena ia mengerti bahwa yang berbuat baik kepadanya adalah Allah SWT.
Berikut satu lagi penggalan syair Robiah yang timbul dari rasa cinta mendalamnya kepada Allah;
“Aku mengenal cinta
Sejak aku mengenal cinta-Mu
Hatiku telah terkunci bagi selain-Mu
Aku selalu siap mendesahkan nama-Mu
Duhai, Kau Yang Melihat
Seluruh rahasia-rahasia setiap hati
Sedang aku yang tak bisa menatap wajah-Mu
Duhai kegembiraanku
Duhai rinduku
Duhai tambatan hatiku
Duhai manisku,
Duhai nyawaku, duhai Dambaanku
Engkaulah Ruh Jiwaku
Engkaulah Harapanku
Engkaulah Manisku
Rasa Rinduku kepada-Mu adalah nafasku
Duhai Engkau, andai aku tanpa-Mu,
Duhai hidupku,
Duhai manisku
Aku tak kan menyusuri jalan terbentang
di pelosok negeri-negeri
Oh, betapa banyak anugerah, kenikmatan dan pertolongan-Mu
Tetapi kini Cinta-Mu lah dambaanku
Dan keindahanku
Tanpa-Mu hidupku tak bergairah
Bila Engkau rela,
Duhai dambaan jiwaku
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena hasrat diriku kepada-Mu
Dan cinta karena hanya Engkau yang patut dicintai”.
Cinta sejati Robiah Al-Adawiyah telah mengantarkannya pada kedalaman rohani dan makrifah billah. Sehingga hatinya menjadi lembut dan sensitif dalam menerima Nur Ilahiyah yang terus menyinari kalbunya. Maka baginya, ibadah bukan lagi menjadi beban, atau mengharap pahala dan takut dosa, tetapi panggilan kasih dari Sang Kekasih.
.
Post a Comment for "CINTA SEJATI ROBIAH AL-ADAWIYAH"